Kasus Dua Guru Lutra, Polda Sulsel Turunkan Propam Usai Presiden Turun Tangan

Kapolda Sulsel Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro. (ist)

MAKASSAR, TEKAPE.co – Kasus pidana dua guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menjadi perhatian publik nasional.

Dua pendidik, Rasnal dan Abd Muis, harus mendekam di penjara gara-gara memungut iuran Rp20 ribu dari orang tua siswa.

Uang itu digunakan untuk menggaji guru honorer yang sudah 10 bulan tak menerima gaji.

BACA JUGA: Presiden Prabowo Pulihkan Nama Dua Guru Luwu Utara yang Dipecat Karena Perjuangkan Nasib Honorer

Kasus bermula dari laporan sebuah LSM ke Polres Luwu Utara. Polisi kemudian menetapkan Rasnal dan Abd Muis sebagai tersangka dugaan pungutan liar.

Penetapan itu disebut berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Pemkab Lutra.

Keduanya sempat divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Makassar. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi.

Mahkamah Agung kemudian memutus keduanya bersalah.

Vonis itu berbuntut panjang. Gubernur Sulsel saat itu, Andi Sudirman Sulaiman, merekomendasikan pemecatan tidak hormat terhadap Rasnal dan Abd Muis sebagai ASN.

Namun, keputusan itu akhirnya dianulir oleh Presiden Prabowo Subianto. Nama baik keduanya dipulihkan, dan status ASN mereka direhabilitasi.

Kini, giliran Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan turun tangan menelusuri ulang proses hukum yang menjerat dua guru itu.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro memastikan pihaknya mengirim tim dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan Polda Sulsel, serta Pengawas Penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Wasidik).

“Kami turunkan tim dari Propam Polri, Propam Polda, dan Wasidik untuk menelusuri prosedur penetapan tersangka. Kami ingin tahu apakah ada pelanggaran norma atau etika penyidikan,” kata Djuhandhani di Makassar, Kamis (13/11/2025).

Ia menegaskan Polda Sulsel akan transparan dalam menangani kasus itu.

“Pada prinsipnya, kami akan terus terbuka dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Zulham Effendy.

“Tim Propam akan turun ke Polres Lutra untuk mengecek penanganan awal kasusnya. Kalau ada kejanggalan atau kesalahan prosedur, kami proses,” katanya tegas.

Kejanggalan penetapan tersangka terhadap dua guru itu juga terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sulsel, Jalan AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025).

RDP dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sulsel Fauzi Andi Wawo dan Ketua Komisi E Andi Tenri Indah. Hadir pula perwakilan PGRI Luwu Utara.

Dalam forum itu, Rasnal membeberkan kronologi panjang kasusnya.
Ia menyebut penyidikan sejak awal sudah penuh kejanggalan.

“Awalnya ada empat terlapor: saya, kepala sekolah, ketua komite, sekretaris, dan bendahara. Tapi yang ditetapkan tersangka hanya dua orang, kepala sekolah dan bendahara,” kata Rasnal.

Menurut dia, proses penyidikan berjalan janggal. Setelah berkas sempat dikembalikan jaksa karena belum lengkap (P-19), polisi menggandeng Inspektorat Luwu Utara untuk pemeriksaan lanjutan.

“Padahal kami ini pegawai provinsi. Harusnya Inspektorat Provinsi yang memeriksa, bukan kabupaten,” ujarnya.

Rasnal mengaku tak nyaman saat diperiksa inspektorat karena pertanyaannya identik dengan BAP kepolisian.

“Saya tanya kenapa pertanyaannya sama. Mereka jawab memang meng-copy dari polisi. Di situ saya mulai curiga,” katanya.

Pada Juli 2022, hasil pemeriksaan Inspektorat Luwu Utara diserahkan kembali ke polisi, yang kemudian meneruskan ke kejaksaan.

“Kesimpulan inspektorat menyebut ada kerugian negara, itu yang membuat jaksa mendorong kasus kami ke pengadilan,” ucapnya.

Sidang Tipikor sempat memberi harapan. Hakim menyatakan Rasnal dan Abd Muis tidak bersalah, hanya melakukan kesalahan administratif.

Namun, kasasi jaksa diterima, dan keduanya akhirnya menjalani hukuman.

Kini, setelah keputusan Presiden mengembalikan kehormatan mereka, sorotan publik beralih ke aparat penegak hukum.

Publik menunggu hasil pemeriksaan Propam atas kemungkinan pelanggaran etik penyidik dalam kasus yang menjerat dua guru “berjuang demi gaji honorer” itu.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *