BELANEGARANEWS.ID, JAKARTA || 29 Oktober 2024 — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menguak kasus besar yang melibatkan korupsi pada kegiatan impor gula di Indonesia. Setelah melalui penyelidikan yang panjang, Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada impor gula tahun 2015–2016. Salah satu tersangka adalah mantan Menteri Perdagangan dengan inisial TTL, yang menjabat pada periode tersebut, serta CS, seorang Direktur di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Proses Penetapan Tersangka dan Temuan Penyidik
Penetapan tersangka terhadap TTL dan CS ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Prin-54/F.2/Fd.2/10/2023 yang dikeluarkan oleh Direktorat Penyidikan JAM PIDSUS pada 3 Oktober 2023. Kedua tersangka resmi ditetapkan melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka, yaitu TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024 untuk TTL, dan TAP-61/F.2/Fd.2/10/2024 untuk CS.
Kronologi dan Modus Kasus Impor Gula
Kasus ini bermula pada tahun 2015 ketika Rapat Koordinasi antar Kementerian memutuskan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak memerlukan tambahan impor. Namun, tersangka TTL tetap mengeluarkan izin impor sebanyak 105.000 ton gula kristal mentah (GKM) kepada PT AP, untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP). Padahal, sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, impor gula kristal putih seharusnya dilakukan oleh BUMN, bukan perusahaan swasta seperti PT AP.
Lebih lanjut, impor ini dilakukan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian atau rapat koordinasi (Rakor) dengan instansi terkait. Langkah tersebut dianggap melanggar aturan, mengingat izin impor gula harus melalui persetujuan beberapa kementerian untuk memastikan kesesuaian dengan kebutuhan gula nasional.
Kerugian Negara dan Pelanggaran Prosedur
Pada akhir tahun 2015, dalam Rakor Bidang Perekonomian, diputuskan bahwa Indonesia kekurangan gula sebesar 200.000 ton untuk tahun 2016. Dalam upaya memenuhi stok dan menstabilkan harga, TTL kembali mengeluarkan izin impor gula sebanyak 300.000 ton untuk PT PPI melalui kerja sama dengan delapan perusahaan swasta.
Penyelidikan menunjukkan, kedelapan perusahaan ini sebenarnya memiliki izin sebagai produsen gula kristal rafinasi (GKR), yang seharusnya hanya untuk kebutuhan industri, bukan untuk konsumsi publik. Gula tersebut dijual kepada masyarakat melalui distributor dengan harga Rp16.000 per kilogram, jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp13.000 per kilogram. Selain itu, PT PPI disebut menerima fee sebesar Rp105 per kilogram dari perusahaan-perusahaan yang melakukan impor ini.
Akibat praktik tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp400 miliar. Keuntungan besar yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan swasta ini seharusnya menjadi milik negara atau BUMN yang terkait.
Penahanan dan Jeratan Hukum
Setelah penetapan tersangka, Kejaksaan Agung melakukan penahanan terhadap TTL dan CS selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. TTL ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sementara CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus korupsi impor gula ini menambah daftar panjang praktik korupsi yang merugikan negara. Dengan penahanan eks Menteri Perdagangan TTL dan Direktur PT PPI CS, Kejaksaan Agung menunjukkan keseriusannya dalam menindak tegas kasus-kasus korupsi yang terjadi di instansi pemerintahan maupun perusahaan negara. Harapan publik kini tertuju pada proses hukum yang transparan dan tuntas, guna menegakkan keadilan dan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik korupsi ini.
( CH86 )
Eksplorasi konten lain dari Bela Negara News
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar