Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad kembali menarik perhatian publik setelah mewajibkan seluruh ASN melantunkan selawat Busyro setiap selesai menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam kegiatan resmi. Kebijakan ini diterapkan pada apel, rapat, hingga agenda seremonial lainnya, dan langsung memunculkan berbagai tanggapan di kalangan pegawai maupun masyarakat umum.
Latar Belakang Kebijakan
Instruksi ini dianggap sebagai upaya memperkuat identitas budaya Melayu dan mempertegas nilai religius yang telah lama melekat pada masyarakat Kepri. Pemerintah daerah menilai bahwa selawat Busyro bukan sekadar bacaan keagamaan, tetapi juga simbol ketenangan dan pengingat bagi ASN untuk menjaga integritas dalam bekerja. Namun demikian, kebijakan tersebut tetap menjadi perbincangan karena menyangkut keberagaman keyakinan para pegawai negeri.
Tanggapan Beragam dari ASN
Reaksi yang muncul terbelah menjadi dua kelompok besar. Sebagian ASN menyambut baik kebijakan ini karena dianggap menambah suasana positif sebelum kegiatan dimulai. Mereka menilai selawat Busyro mampu memberi energi spiritual dan memperkuat kedisiplinan mental pegawai.
Kelompok lainnya lebih berhati-hati dalam memberikan respons. Mereka mempertanyakan apakah instruksi ini telah mempertimbangkan pluralitas agama di lingkungan ASN. Walaupun tidak menolak secara langsung, mereka meminta pemerintah menyediakan pedoman teknis yang jelas agar tidak muncul salah tafsir saat pelaksanaan.
Respons dari Masyarakat
Di luar lingkungan birokrasi, masyarakat juga memberikan opininya. Ada yang mendukung penuh karena menilai kebijakan ini sebagai pelestarian budaya keagamaan yang berkembang di Kepri. Namun tak sedikit pula yang mengingatkan pentingnya menjaga batas antara urusan pemerintahan dan praktik spiritual agar tidak menimbulkan persepsi keberpihakan.
Perdebatan ini menunjukkan bahwa meski selawat Busyro memiliki akar budaya yang kuat, penerapannya dalam ruang pemerintahan perlu komunikasi yang matang.
Dampak pada Pelaksanaan Kegiatan Resmi
Beberapa instansi langsung menerapkan kebijakan ini tanpa kendala berarti. Senandung selawat Busyro yang dipandu oleh petugas membuat suasana apel atau rapat terasa lebih khidmat. Namun sebagian instansi lain masih menunggu instruksi tertulis agar pelaksanaan lebih seragam dan tidak menimbulkan kesalahpahaman di antara pegawai.
Para pemerhati kebijakan publik menilai bahwa integrasi unsur budaya dalam birokrasi sebenarnya sah-sah saja selama tetap menjunjung asas inklusivitas serta tidak memaksa pegawai dengan keyakinan berbeda.
Tantangan Pemerintah Provinsi
Pemprov Kepri kini menghadapi tantangan untuk menjaga agar kebijakan ini berjalan efektif sekaligus tidak menuai polemik berkepanjangan. Sosialisasi, dialog, serta penyusunan pedoman pelaksanaan yang terstruktur menjadi langkah yang dianggap penting untuk memastikan keselarasan di seluruh instansi.
Keberhasilan kebijakan selawat Busyro tidak hanya bertumpu pada aturan, tetapi juga pada bagaimana ASN memahami spirit yang ingin dibangun: ketenangan, penghormatan budaya, dan integritas dalam menjalankan tugas.












